TPA Minim Perawatan



BERSANDINGAN: Aktifitas salah seorang pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Balung Lor Kecamatan Balung.
Pengelolaan Masih Andalkan Pemulung
BALUNG, 28/4/19 - Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menjadi penampungan sampah yang dihasilkan dari masyarakat. Di tempat penampungan, tak ada aktifitas apapun selain rutinitas para pemulung meraup mata pencaharian mereka.
Seperti TPA yang ada di Kecamatan Balung itu, setiap hari tumpukan sampah kian meresahkan saja. Pasalnya, tak ada sebuah usaha untuk mengelola sampah menjadi sesuat u yang lebih memiliki nilai guna.
Kondisi TPA yang berdekatan dengan lapangan dan pemakaman, membuat sejumlah pemulung pun mengeluh. Mereka menginginkan lokasi penampungan sampah bisa dikelola lebih layak, tanpa menghilangkan mata pencaharian mereka satu-satunya.
Menurut Ibu Po, 56, salah seorang pemulung yang mengaku telah tujuh tahun lebih, hidup dari memulung sampah mengatakan, setiap hari, sampah-sampah diangkut dengan menggunakan gledekan oleh petugas kebersihan dari pasar dan warga. "Kalau pagi sampah dari rumah-rumah warga. Sedangkan sampah dari pasar biasanya datang pada sore hari,” ujar nenek yang akrab disapa mbok Po itu.
Selama ini dia mengaku, keberadaan para pemulung itu cukup membantu adanya sampah-sampah disini. Mereka setiap hari hampir mendapatkan satu sak penuh yang berisikan plastik dan kertas-kertas lusuh. “Saya mulung untuk dijual. Kalau tidak ada pemulung disini, sampah-sampahnya akan semakain menggunung,” imbuhnya.
Bukan hanya mbok Po seorang saja yang mengaku demikian, Sumila, salah seorang pemulung lain mengatakan, ketika musim hujan, di lokasi TPA menumbuhkan bau yang sangat menyengat. Hal itu mengganggu para peziarah makam dan anak-anak yang bermain bola di lapangan.
"Kalau saya sudah terbiasa dengan bau dari sampah-sampah ini. Tapi kalau terlalu lama tidak ada pengolaan yang enak, repot mas,” ujarnya.
Meskipun penghasilannya tidak sebanding dengan usahanya yang ditempuh dengan penuh kotoran dan panas matahari, namun dia masih bersyukur bisa terus mencari nafkah. “Untuk penjualan kertas atau kardus dihargai Rp 2 ribu perkilogram.  Sedangkan plastik atau botol Rp 1500 perkilogram,” jelasnya. (mg2)

Komentar

POPULER

đź’ˇNARASI KADERISASIđź’ˇ (sebuah refleksi komparatif desain kaderisasi struktural dan kultural PMII) Oleh : Filsuf.Proletar

Catatan Kaderisasi

Torehan Sejarah Baru PMII Rayon FTIK IAIN Jember