Postingan

Kebawa Suasana Era Belanda

Gambar
[Foto. MAULANA] KOKOH BERDIRI: Bangunan bekas peninggalan Belanda yang masih kokoh berdiri di tengah sawah atau area perkebunan tebu di Desa Tutul, Balung. Bicara bangunan tua, benteng peninggalan Belanda di Desa Tutul Kecamatan Balung jadi salah satunya. Bangunan tua yang diperkirakan berumur puluhan tahun itu masih kokoh berdiri hingga saat ini. Bahkan warga sekitar ada pula yang menyebut berumur 100 tahun lebih. Bangunan bekas Belanda yang tepat di tengah area persawahan itu cukup menarik. Dari kontruksi bangunan, sepintas mirip seperti tungku pembakaran batu bata, dengan ketinggian hanya sekitar satu meter. Sementara di bagian kedua sisinya, terdapat pintu-pintu kecil yang mengharuskan siapa saja yang masuk, harus mendungkuk. Dan bagian depan dan belakang, anak tangga yang masih tertata dengan baik dan kokoh. Sebenarnya tak ada yang tampak istimewa dari kedua sisinya: samping kanan-kiri atau depan-belakang. Namun saat masuk ke dalam, bagi yang pertama berkunjung mungkin akan sediki

Semilire Angin Senja Sore Kala itu

Gambar
[Foto. MAULANA]. EKSOTIS : Bentangan pantai segoro kidul yang terkenal akan keganasan ombaknya namun tetap menyuguhkan pemandangan eksotis dan memanjakan mata. Serpihan Surga di Pinggiran Kota Tembakau 'Suatu hari, dikala kita duduk di tepi pantai. Dan memandang, ombak di lautan yang kian menepi. Burung camar, terbang bermain di derunya air. Suara alam ini, hangatkan jiwa kita.' Kutipan tembang Iwan Fals yang khas itu, membuat siapapun yang mendengar dibawanya menikmati keindahan pantai. Andai Bang Iwan Fals membuat lagu itu di Jember, mungkin liriknya bukan: burung camar yang terbang di derunya air, tapi nelayan Puger yang melaut di derunya ombak. Sore itu kapal-kapal bersandar di pesisir pantai. Beberapa nelayan terlihat merapikan jala, sambil melihat pengunjung dari kejauhan yang tengah bermain dengan perahu-perahu mereka. Terlihat pula, kawanan emak-emak beserta anaknya, muda-mudi bersama pasangannya, semua komplit. Ada yang mandi, ngevlog, ada pula berfoto-foto di teluk ke

Keris, Pusaka Bersejarah Penuh Filosofi

Gambar
[Foto: MAULANA] CINTAI KEBUDAYAAN SENDIRI: Paysu menunjukkan sejumlah koleksi keris miliknya. Di rumahnya sendiri sekitar 150-an. Itu belum di rumah istrinya: Ponorogo yang mencapai 300 lebih koleksi kerisnya.  Gak Semua Tentang Mitos Dan Klenik Pagi itu, bekas perasan jeruk nipis dan sabun masih tergeletak di tempat jamas atau penyucian keris milik Suprapto alias Paysu, di Dusun Darungan Tegal Kalong Desa Kemuningsari Kidul Kecamatan Jenggawah, Jember. Sejumlah keris dari berbagai jenis dan daerah juga masih tertata. Maklum saja, malam 1 Syuro (Rabu, 19/8,red) lalu, Paysu punya gawe besar, ia memandikan keris-keris milik pelanggannya. Sepertinya ia cukup kuwalahan, karena saking banyaknya pesanan yang digarap, beberapa keris masih tergeletak di rak keris dan kamar khususnya. Bahkan beberapa paket keris untuk dijamas belum sempat ia buka. Ada yang dari Banyuwangi, Surabaya, bahkan yang dari Bali hingga Papua.  Beranjak siang, Paysu mulai melanjutkan penjamasan. Namun kala itu (20/8) ti

Merdeka di Tengah Pendemi

Gambar
Senin 17 Agustus 2020, momen bersejarah berdirinya republik ini kembali diperingati. Nasionalisme masyarakat sipil kembali membara. Di desa-desa, perkampungan dan rumah-rumah sudah sedari awal mengibarkan sang Saka Merah Putih untuk menyemarakkan momen setahun sekali itu. Pun tak ketinggalan di kota-kota, mereka juga memperingatinya dengan upacara bendera. Meskipun beberapa dilangsungkan secara online. Nuansa kemerdekaan sedikit berbeda. Sebagian orang menganggapnya berbeda karena pas bertepatan di masa pandemi. Namun sebagian lagi tidak karena demikian. Lebih tepatnya mereka meyakini kemerdekaan dan pandemi tak ada sangkut-pautnya. Mereka memaknai kemerdekaan jelas berbeda, menurut keyakinan masing-masing, menurut harapan masing-masing.  Sebut seperti petani, tukang becak, kuli bangunan buruh dan masyarakat pinggiran lainnya. "Merdeka bagi saya sederhana: sembako murah," kata Harianto, tukang becak yang biasa mangkal di pertigaan lampu merah Rambipuji, Jember. Penga

Setelah UN Dihapus, Membangun Superioritas Sekolah atau 'Cuci Tangan' Pemerintah?*

Gambar
Sejak dihapuskannya sistim Ujian Nasional (UN) hingga saat ini, seluruh aktifitas kegiatan belajar mengajar (KBM) masih digeser secara daring. Semua sistem KBM serentak berpindah haluan menggunakan model tanpa tatap muka dan jarak jauh. Pembelajaran semacam ini mengingatkan sistim KBM di negara-negara maju yang sepenuhnya menggunakan kecanggihan teknologi, tanpa harus berkumpul dalam satu ruang dan waktu. Dihimpun dari berbagai informasi, dihapuskannya UN memang sempat menjadi rencana yang akan digulirkan pada 2021 nanti. Namun seiring berjalannya waktu, terealisasi setahun lebih cepat. Dalam edaran tersebut alasannya cukup faktual yaitu mencegah berkumpulnya pertemuan masa untuk memutus mata rantai persebaran covid-19 yang sampai hari ini belum diketahui batasan amannya. Langkah yang terbilang cepat dan tanggap itu tentu kemudian tak lepas dari pro-kontra yang mulai mengalir. Di saat beberapa lembaga telah melewatkan serangkaian persiapan panjang menyambut UN, mereka dipaksa h

Apa Kabarnya Rayon FTIK ?

Gambar
Refleksi Kepengurusan Rayon FTIK di Ujung Masa Pengabdian Teruntuk pengurus rayon, yang hari ini masih menikmati dunianya masing-masing. Untuk kesekian kalinya, curahan kegelisahan itu tersampaikan melalui 'surat cinta' kepada rayon tercinta ini. Setidaknya, sebagai bentuk kepedulian terhadap mereka yang sebenarnya berpotensi, sebagai bentuk kepedulian kepada mereka yang sebenarnya berbakat luar biasa, sebagai bentuk kepedulian kepada mereka yang mulai diambang kebimbangan, sebagai bentuk kepedulian kepada mereka mulai kehilangan ghiroh berPMII. Dan, sebagai bentuk kepedulian kepada mereka yang sampai detik ini juga masih memperdulikan sahabat-sahabatnya. Semua paham, hidup di organisasi dengan segala dinamikanya bukan suatu barang baru lagi untuk pengurus. Jauh sebelum di PMII, pengurus sudah tentu mengeyamnya lebih dulu. Bahkan boleh jadi, rayon kita hari ini sudah terbiasa menerima sisa-sisa militansi dan loyalitas yang sudah dibagi-bagi rata entah ke mana saja it

Sering Terbayang Sang Putri Saat 'Gituan'

Gambar
Shutterstock : Sisi lain kehidupan wanita di eks lokalisasi. Sebagai manusia normal, mereka masih menyimpan mimpi dan berbagai harapan yang ingin dicapai. Ada yang benci dirinya, ada yang butuh dirinya, ada yang berlutut mencintainya, ada pula yang kejam menyiksa dirinya. Kutipan lirik lagu salah satu grup band itu memang begitu sarat makna. Menggambarkan bagaimana kelam kelabu kehidupan seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) di sebuah lokalisasi. Memang nasib orang memang tidak ada yang tau, mereka bebas menentukan berbagai pilihan untuk melangsungkan hidupnya. Tak jarang, pilihan yang mereka ambil, harus mendapatkan cibiran dan cercaan. Namun bagi mereka, hal itu sudah dianggap biasa dan disadari sebagai resiko atas pilihan hidup tersebut. Seperti pilihan hidup para PSK ini. Mereka juga bekerja, mencari nafkah, dan menaruh kepedulian yang dalam terhadap keluarganya. Bedanya, mereka melakukan tujuan tersebut dengan cara yang tak biasa seperti orang kebanyakan. Meski dilakukan