J-TIZEN - Bahasa ‘Jember’an
J-TIZEN , 3/4/19.
Bahasa ‘Jember’an : Jare Uwong
Kene, Karo Wong Konoe*
Setiap daerah memiliki khas masing-masing
dalam hal berbahasa. Meskipun tidak ada kaidah baku seperti halnya kamus besar
bahassa Indonesia (KBBI), namun bahasa tiap daerah itu menjadi karakteristik
sendiri yang digunakan sebagai komunikasi orang setiap harinya.
Seperti halnya di Jember, daerah
dengan julukan Kota Tembakau itu memiliki bahasa yang khas dan terbilang cukup
unik yaitu bahasa Jemberan. Meskipun nuansa Bahasa Jawa njya masih cukup
kental, namun ada beberapa istilah tertentu, ada beberqpa kalimat yang tidak
ditemukan didaerah lain meskipun sama-sama berbahasa jawa.
Bagi orang yang sudah lama
menetap di Jember, mungkin sejak kakek buyutnya ada, bahasa Jemberan mungkin
sudah tidak asing lagi dan dikenal. Namun bagi mereka yang pendatang belum
tentu demikian.
Seperti yang diungkapkan
oleh Kurniawan Adi Putro, pemuda asal Kelurahan Pegok Denpasar Selatan Provinsi
Bali. Awal kali mendengar bahasa Jemberan sempat membuatnya bingung. Namun, dia
mengaku tidak terlalu sulit belajar bahasa Jemberan. Menurutnya, sejak kedatangannya di Jember
pada dua belas tahun silam, Bahasa Jemberan sudah mahir dikuasai. “Pertama kali
berbahasa Jemberan, ketika masuk SMP Darus Sholah Jember. Saya hanya butuh dua
tahun untuk menguasainya, “ ujar pemuda 25 tahun itu.
Sebelum ke Jember, Adi belum
sama sekali bahasa jawa, apalagi jawa khas jember. komunikasi setiap harinya
memakai Bahasa Indonesia. Mulai mulai lancar berbahasa jember karena beberpa.
“Ketika kelas dua saya hanya paham saja. Mulai lancar itu di kelas tiga SMP. Karena
temen-temen saya mayoritas berbahasa Jawa, jadi mudah untuk belajar,” imbuhnya.
Perbdedaan yang mencolok
antara bahasa Jemberan dengan bahasa Bali ataupun bahasa maduranya itu
menurutnya terletak pada logak dan kalimatnya. Meskipun awalnya sudah bisa
berbahasa jawa Jember, namun dia mengaku butuh banyak waktu untuk menguasai
logak bahasa Jemberan. “Logatnya dan kalimatnya bahasa jawa itu banyak kan
yah mas. Seperti ‘Rene sek lah’, kata ‘lah’ nya itu menurut saya tidak ada
di bahasa jawa Malang atau jawa Surabaya,” Tutur alumni IAIN Jember itu. Jawa
yang khas Jember itu menururtnya yang masih kental adalah Jawa di daerah Jember
daerah selatan, selebihnya banyak yang campur.
Namun lain halnya bagi orang
asli Jember seperti Safaruddin Ridwan, salah seorang warga asal Desa Tayeng
Sumberbaru. Pria yang mengaku memiliki sesepuh asli Jember itu mengatakan bahwa
bahasa Jemberan di daerahnya itu masih banyak dikenal di masyarakat. Khususnya
di Dusun Sadengan (Tayyeng) Desanya Rowotengah. “Di Dusun Tayeng itu, hampir
satu desa semua masyarakatnya berbahasa Jawa. Bahkan bisa berbahasa Jawa Halus
ataupun Jawa khas Jember,” tutur Ridwan.
Meskipun di desa lainnya
sebagian warga masih ada yang berbahasa Madura, namun menurut Ridwan,
masyarakat tetap berkomunikasi menggunakan bahasa Jemberan, baik secara halus
ataupun biasa.
Menurutnya bahasa Jemberan
itu lebih banyak dipraktekkan oleh anak-anak kalangan pelajar dan orang dewasa
yang masih menetap di pedesaan. “Kalau ada orang yang sering ke kota atau
sering keluar dari desa, besar kemungkinan bahasa khas Jember itu mulai
perlahan terkikis,” tuturnya.
Ridwan pun mencontohkan
salah satu temannya yang mulai mengurangi bahasa Jemberan karena sering
riwa-riwi ke kota. “Ada teman saya, dari Umbulsari namanya Azwar Anas dia
kuliah ke Jember kota. Karena dikampusnya terbiasa berbahasa Indonesia dan Madura,
ketika berkomunikasi dengan saya, logak Jemberannya semakin hilang,” ujar pria
yang menjadi Guru di SDN Kaliglagah 01 itu.
Meskipun keberadaan bahasa
Jemberan mulai ditinggalkan oleh anak-anak muda, menurut Ridwan, dia masih
bangga karena daerahnya memiliki budaya khas dari segi bahasa. “DI SD tempat
saya ngajar itu juga ada mapel bahasa jawa. Saya bersyukur, setidaknya itu
untuk menjaga khasanah budaya kita khususnya bahasa jemberan. “ pungkasnya.
*Kamus Besar Bahasa
‘Jember’an (KBBJ)
(mg2/maul)
Komentar