Kehidupan Keluarga Bersama Beban yang ditanggung si Kecil
DERITA SI KECIL - Siti Nasyfa Nabila Azizah,
balita usia 3 tahun menderita gangguan pada motorik kasarnya.
Ada Tangis Dibalik Tawa Syfa
Usia
balita merupakan masa-masa awal pertumbuhan, menjadi momen yang membahagiakan
bagi keluarga. Namun, tidak semua dari mereka memiliki nasib beruntung. Seperti
yang dialami balita bernama Siti
Nasyfa Nabila Azizah, putri dari keluarga
pekerja serabutan. Dibalik tekanan ekonomi yang menghimpit kehidupannya,
keduanya hanya bisa menunggu uluran tangan untuk meringankan beban buah hatinya
tersebut.
Maulana, Mumbulsari
Dibalik
tubuh mungilnya, putri pasangan Mustari dan Sulistiorini itu sepintas terlihat biasa saja. Seperti balita pada
umumnya, selalu menampilkan senyum sumringah seolah tanpa beban dalam sebuah
keluarga yang tinggal Dusun
Kedawuhan Dusun Kawangrejo Mumbulsari.
Namun siapa sangka, Balita berumur 3 tahun itu mengidap penyakit lanka diluar kemampuan
anak seusianya. Dengan kondisinya tersebut, membuat kedua orang tua Syfa yang bekerja
serabutan hanya bisa pasrah. Dan berharap uluran tangan untuk kesembuhan buah
hatinya.
Sulistiorini, ibu Syfa mengatakan,
kelahiran putrinya pada 4 Juni 2016 itu sejak awal memang terlahir dengan
kondisi sehat dan
sempurna. Dengan berat 3200 gram, keseluruhan anggota tubuh
Syfa masih berfungsi dengan baik.
Hingga memasuki usia 7 bulan, Sulis
begitu merasakan pertumbuhan dan perkembangan Syifa masih selayaknya anak pada
umumnya. Sulis yang setiap harinya bekerja sebagai buruh cuci mengaku,
kecelakaan ringan menimpa yang menimpa dia dan buah hatinya semakin memperkeruh
nasib kehidupannya. “Saat mencuci di rumah tetangga saya kepleset, Saat itu sedang menggendong Syfa. Dia lepas dari
gendongan saya.” Tuturnya.
Setelah kejadian itu, Sulis dan
suaminya membawa Syifa berobat. Namun karena mereka tidak memiliki biaya yang
cukup, pengobatan Syifa hanya diberikan obat merah biasa. “Pertumbuhan dan perkembangannya
mulai terganggu. Sampai akhirnya dia tidak bisa melihat dan mendengar,” imbuh
ibu 31 tahun itu.
Hingga saat memasuki usia 2,5
tahun, lanjut Sulis, kondisi buah hatinya semakin mengkhawatirkan. “Usia itu
Syfa tidak bisa bisa duduk. Tidak bisa mengenggam apalagi meraba,” jelasnya.
Penyesalan dan kehawatiran
semakin dirasakan oleh Sulis. Namun selama ini, perjuangannya merawat Syfa
menurutnya banyak dibantu oleh Komunitas Sahabat Rengganis. “Mereka membawa Syfa
berobat ke dokter spesialis mata di Jember,” ujar Sulis. Berkat uluran
tangan tersebut, Sulis mengaku merasa sangat terbantu. “Saya buruh cuci. Sedangkan bapak suami saya
hanya pencari bekicot dengan imbalan Rp 5000 perkilo yang dijual ke pengepul,”
imbuhnya.
Sedangkan salah satu anggota
komunitas Sahabat rengganis, Leli Amalia mengatakan, keterlibatannya dalam
membantu Syfa menjadi salah satu agenda utama yang menjadi prioritas komunitas
tersebut. Dia pun juga memahami jelas bagaimana kondisi Syifa. Menurutnya,
penyakit yang diderita Syfa itu setelah didiagnosah adalah gangguan pada
motorik kasarnya.
Akibatnya, bukan hanya gangguan
pada penglihatan saja, namun menurutnya dia juga butuh dokter syaraf, bedah
syaraf, serta dokter pediatri. Hal itu diperuntukkan untuk memeriksa serta
mengobservasi yang sedang terjadi pada diri Syfa. “Dokter spesialis mata tidak
dapat membantu banyak. Karena keterbatasan alat serta dokter dokter yang ada,”
tutur Lia.
Bahkan, Lia bersama
komunitasnya harus merujuk Syfa ke rumah sakit dr. Soetomo Surabaya untuk
menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Setelah melalui serangkain pemeriksaan, Lia
menjelaskan, pertumbuhan Syifa jauh dibawah normal (malnutrsisi) atau menderita
gizi buruk. “Berat Syfa hanya 5,8 kilogram tidak sesuai dengan usianya yang
mencapai 3 tahun,” tutur Lia. Dana-dana
itu menurutnya didapatkan dari donasi pedlui Syfa yang galakkan melalui
media-media sosial.
Selain harus meminum susu, menurt Lia, Syfa harus
menjalani teraphy yang
di berikan dokter spesialis gizi ataupun dokter spesialis syaraf. “Tiap dua minggu sekali dia harus terapi. Paling tidak
sekali jalan ke Surabaya itu skitar Rp 1 juta. Dan minimal terapi itu 1,5
tahun,” tutur Lia. Kedepan, pihak keluar bersama Lia dan komunitasnya, akan
kembnali memberangkatkan Syfa untuk terapi lanjutan. “Besok pada senin depan
tanggal 22 April, insyaAllah kita
akan kembali memberangkatkan Syfa ke Surabaya untuk kembali menjalani terapi,”
pungkasnya. (mg2)
Komentar