Lima GTT Akan Dirumahkan


PENGABDIAN TERAKHIR : Suasana terakhir belajar-mengajar oleh guru di SDN Suci IV Desa Suci Kecamatan Panti

Sekolah Berencana Tak Membuka Pendaftaran di Tahun Ajaran Baru

PANTI, 28/4/19 - Nasib Guru Tidak Tetap (GTT) selalu kurang mendapat perhatian. Pengabdian mereka tidak sebanding dengan hak-hak yang seharusnya didapatkan. Padahal dedikasi mereka untuk mencerdaskan generasi bangsa bukan main. Tidak hanya hitungan tahun, namun sampai belasan tahun.
Seperti nasib para guru di SDN Suci IV Panti. Jelang kelulusan siswa dan tahun ajaran baru, tugas mulia mereka akan segera berakhir. Pasalnya, pihak sekolah memutuskan untuk tidak lagi menerima siswa di tahun ajaran baru. Hal itu dikarenakan sepinya peminat calon wali murid yang akan mensekolahkan anaknya di sekolah tersebut.
Hal itu diakui oleh Suyono, kepala sekolah SDN Suci IV. Menurutnya langkah tersebut terpaksa dilakukan setelah dirinya kesulitan untuk mengurusi biaya operasional sekolah dan gaji para guru. "Bos kita hanya dapat 600 ribu per triwulan. Sementara di sekolah ini, ada lima GTT, satu operator dan seorang tukang kebun," tuturnya.
Suyono sendiri mengaku, mulai tahun kemarin, dia harus menjual barang-barang pribadinya untuk gaji dan operasional sekolah. "Saya kemarin sempat jual kayu sengon untuk namblongi. Bahkan sempat juga jual perhiasan istri saya," imbuhnya.
Tidak hanya menjual barang-barang miliknya, Suyono juga pernah berencana memindahkan para guru-guru itu dengan gabung ke sekolah sekolah yang siswanya lebih banyak. Langkah itu menurutnya sudah sangat sering dilakukan. Namun sampai saat ini belum ada kepastian dari diknas atau pemkab.
Dengan kondisi seperti itu, dia merasa prihatin dengan nasib para guru-guru ketika sekolah nanti ditutup. Suyono menyadari, lokasi sekolahnya yang sangat di pedalaman menjadi salah satu penyebab sepinya minat calon wali murid.
Dia sendiri menempuh sekitar 1 jam perjalanan dari rumahnya ke sekolah dengan menapaki area gunung Argopuro. "Jalan ke sekolah saya itu hanya setapak. Apalagi jika hujan, tak jarang guru-guru sampai terjatuh selama dalam perjalanan," ungkapnya kepada Radar Jember.
Sementara itu, Mita, salah seorang guru di sekolah tersebut mengatakan, kondisi tempatnya mengajar itu sudah terjadi cukup lama. Dia sendiri tidak bisa berbuat banyak. "Selama ini yang ngopeni kita hanya pak kepsek. Dengan segala kekurangan yang ada di sekolah ini, beliau itu sudah berusaha mengatasinya," akui Mita.
Guru asal Desa Serut itu juga menyangkan pihak-pihak yang berwenang lamban dalam merespon permasalahan seperti di lembaga tempatnya mengajar. Dia mengatakan, di daerah terpencil, minat masyarakat untuk pendidikan semakin kecil.
"Kami sebenarnya tidak minta macam-macam. Hanya ingin lembaga sekolah yang terpencil ini bisa lebih diperhatikan oleh pemerintah, Itu saja," pungkasnya.  (mg2)

Komentar

POPULER

đź’ˇNARASI KADERISASIđź’ˇ (sebuah refleksi komparatif desain kaderisasi struktural dan kultural PMII) Oleh : Filsuf.Proletar

Catatan Kaderisasi

Torehan Sejarah Baru PMII Rayon FTIK IAIN Jember