JATAM : Ajak Masyarakat Jadi Pemilih Cerdas : oligarki tambang di pilpres 2019
|
Kunjungan Diskusi Tambang: Sejumlah aktivis
peduli lingkungan Jember menghadiri diskusi yang didampingi oleh Koordinator
Nasional Jatam, Merah Johansyah Ismail di Kafe Oase
Jember.
JEMBER, 16/02/19 - Menjelang pilpres pada April mendatang, sejumlah aktivis peduli
lingkungan mengajak masyarakat jadi pemilih cerdas. Ajakan tersebut disampaikan
dalam forum diskusi yang mendatangkan Koordinator Nasional Jaringan Advokasi
Tambang (Jatam), Merah Johansyah Ismail. (Sabtu 16/2)
Dengan mengusung tema politik dan
pertambangan, diskusi tersebut mencoba membedah keterlibatan kedua paslon dalam
ekploitasi tambang sebagai pemasok dana kampanye kedua kubu. Tema tersebut
diangkat untuk membekali peserta diskusi dalam menyambut debat pilpres putaran
kedua yang mengusung tema energi, pangan, infrastruktur, SDA, dan lingkungan hidup.
Diskusi sore di tengah kondisi mati lampu
tersebut, dihadiri oleh belasan aktivis
dan tokoh masyarakat, antara lain Wahyu
Giri, tokoh Komunitas Alumni Pecinta Alam Indonesia (Kapala) Jember, Sarikat
Jember sarikat Demokrasi (SD Inpres) Jember, Bayu Dedi Lukito, Ketua Ranting NU
Paseban, Kencong,
Ghofirin, kader-kader PMII Cabang Jember, dan Sarikat Demokrasi Mahasiswa
Nasional (SDMN)
Jember.
Koordinator Nasional Jatam, Merah Johansyah
Ismail, menjelaskan, politik pertambangan menjadi salah satu sumber pembiayaan
dana kampanye politik. Menurutnya, sebagaian besar dana kampanye, banyak
disupport oleh pebisnis tambang. D ia mencontohkan
dalam kasus yang menyandung Bupati Kotawaringin dan Bupati Kutai Kartanegara
sebagai tersangka dalam izin pertambangan.
“Saat ini, aliran dana yang disupport dari
pengusaha tambang sudah mengalir ke kedua paslon”, ujar Merah Johansyah. Dia menambahkan,
baik di kubu 01 dan kubu 02, sema-sama terlibat dalam bisnis pertambngan. “Bahkan mereka adalah satu pemilik
asetnya,” tambahnya.
Peryataan tersebut disampaikan Merah
Johansyah, setelah dia bersama kawan-kawannya menelusuri data tentang pemilik
perusahaan tambang, baik di kubu
TKN maupun BPN. “Kami membeli dan mengkakses data pemegang
saham dari Kemenkumham dengan bayar satu dokumen Rp 50 ribu”, ungkap pria
kelahiran Kutai Kartanegara, Kaltim tersebut.
Lanjut Merah Johansyah, pemerintah selama
ini dianggap kurang serius dalam menyikapi masalah tambang. Menurutnya, selama
sistem demokrasi lemah dalam penegakan hukum, maka dalam kontestasi pilpres, yang
menang adalah pengusaha tambang, dan yang kalah tetaplah masyarakat.
Dia juga
mengapresiasi capaian masyarakat Jember dalam menggagalkan perizinan tambang
Silo, “Ini membuktikan kalau rakyat sebenarnya bisa menekan pemerintah. Minimal ketika ada caleg
atau capres kampanye, masyarakat bisa menanyakan keberpihakan mereka terhadap
izin tambang”, tutur Merah Johansyah.
Dia juga mengharapkan adanya kesadaran
masyarakat untuk terus menolak adanya pertambangan, baik pertambangan sumber
daya alam, maupun pertambangan suara masyarakat. “Masyarakat hanya tau siapa
paslon dan koalisinya, kita berharap, masyarakat juga tau siapa support dana kampanye dibelakang mereka”,
pungkas Merah Johansyah. (mg4/sh)
Komentar