Kiprah Jumiatun, Mantan TKW Melanggeng Ke Senayan
Photo by Maulana al-Fatih |
PERCAYA DIRI : Ditengah kesibukannya
mengurus keluarga dan sekolah, Jumiatun, 50, masih
berharap dirinya bisa
bermanfaat untuk orang banyak.
Mantan TKW Melanggeng Ke Senayan
Tak banyak berharap. Diusianya yang tidak
lagi muda,
Jumiatun hanya ingin fokus untuk terus bisa
bermanfaat bagi semua orang, terutama kaum perempuan.
WULUHAN, 16/3/19 – Profesi seorang Tenaga Kerja
Wanita (TKW) mungkin bagi sebagian orang akan terdengar pekerjaan yang identik
dengan orang miskin dan berpendidikan rendah. Namun justru hal itu yang tengah
diperjuangkan oleh Jumiatun, 50, seorang mantan TKW yang kini tengah fokus
memberikan pembelaan kepada tenaga kerja imigran di desanya.
Keterlibatannya sebagai konsultan
buruh migran di desanya itu, baru berjalan selama dua tahun terakhir.
Menurutnya, terpilihnya Jumiatun sebagai Ketua Desa Peduli Buruh Migran
(Desbumi) Dukuhdempok, Kecamatan Wuluhan, berangkat dari perkumpulan seluruh
TKW di desanya. “Pada awal Desember 2016 saat itu, saya disepakati oleh
perwakilan dari masing masing dusun yang terdiri sekitar 300 mantan TKW,” ujar
ibu dua anak itu.
Ditunjuknya Jumiatun sebagai ketua desbumi bukan tanpa alasan. Selama menjadi TKW, kata Jumiatun, dirinya bekerja namun tidak lupa untuk tetap belajar. “Saya 6 tahun jadi TKW di Hongkong, ikut les Bahasa Inggris. Dari situ saya banyak pengalaman dan belajar banyak hal,” tuturnya.
Ditunjuknya Jumiatun sebagai ketua desbumi bukan tanpa alasan. Selama menjadi TKW, kata Jumiatun, dirinya bekerja namun tidak lupa untuk tetap belajar. “Saya 6 tahun jadi TKW di Hongkong, ikut les Bahasa Inggris. Dari situ saya banyak pengalaman dan belajar banyak hal,” tuturnya.
Dengan
les itu, akatanya, dia mendapatkan sebuah sertifikat khusus dari lembaga
penyelenggara. Kemudian ia gunakan sebagai bekal dirinya mengajar di
SDTamansari IV. “Sepulang dari Hongkong pada 2002, saya mulai mengajar hingga
saat ini. Kurang lebih 17 tahun masih berstatus guru honorer,” tutur guru
Bahasa Inggris itu.
Disela-sela
kesibukan mengajar, Jumiatun juga menyempatkan dirinya mengayomi ibu-ibu
disekitar desanya untuk menggerakkan ekonomi mikro desa melalui desbumi. Hal
itu dilakukannya untuk memperjuangkan kemandirian perempuan di desanya melalui
usaha mikro. “ Kami ajak ibu-ibu itu kumpul, kadang setiap bulan sekali,”
ucapnya. Dari perkumpulan itu kata Jumiatun, ibu-ibu lebih sering mebuat produk
makanan yang dihasilkan dari modal swadaya. “Ada beberapa jenis makananan dan
snack produk ibuk-ibuk sini. Mereka membuat, memberikan kemasan dan kami
membantu pemasaran,” imbuhnya.
Keberadaan
desbumi sendiri menurut Jumiatun, merupakan upaya dari Pemerintah Desa
Dukuhdempok untuk memberdayakan tenaga buruh dan immigran. Menurutnya, tidak
semua desa memiliki desbumi. “Di Jember ini yang memiliki desbumi hanya Desa
Dukuhdempok, Sabrang, Ambulu, dan desa Wonoasri Tempurejo,” tuturnya. Selain
itu, keberadaan desbumi sebagai kepanjangan kaki tangan desa, juga menjalin
mitra kerja dengan Migrant Care, sebuah lembaga Perhimpunan Indonesia Untuk
Buruh Migran Berdaulat.
Jumiatun
juga menceritakan, perjuangan dia dan lembaganya dalam memulangkan seorang perempuan
yang bekerja sebagai TKW di Malaysia. “Dulu Anita, 20, berangkat jadi TKW tapi
menggunakan visa kunjung. Ternyata itu dipermasalahkan,” tuturnya. Menurut dia,
TKW seharusnya memiliki visa kerja, bukan visa kunjung. “Kalau visa kerja
digunakan untuk bekerja. Dan dijamin perlindungan hukumnya. Tapi visa kunjung
itu dugunakan untuk kunjungan kaya wisatawan itu,” imbuh Jumiatun.
Jumiatun
pun tidak terlalu mempermasalahkan Anita karena administrasinya yang cacat.
“Kita bantu semuanya. Meskipun tidak berangkat melalui lembaga resmi,” tutur
Jumiatun. Dalam proses pemulangannya Anita, dia setiap hari melakukan
koordinasi dengan Migrant Care yang mempunyai akses hingga ke Malaysia. Setelah
TKW tersebut terlacak kata Jumiatun, pihaknya menyiapkan orang untuk melakukan
penjemputan.
“Setelah
Ibu Anita ketemu, mereka bawa ke KBRI di Malaysia. Untuk di proses dan proses
pemulangan,” imbuhnya. Sesampainya Anita kembali di desannya, Jumiatun bersama
seluruh keluarga dan perangkat desa menyambutnya penuh haru. “Kami mendengar
langsung penuturan Ibu Anita, dia banyak
mendapatkan perlakuan tidak manusiawi selama bekerja,” ungkap Jumiatun kepada
Radar Jember.
Dengan
perannya Jumiatun dalam desbumi dan Migrant Care, dia mengaku sering mewakili
lembaganya hadir dalam forum-forum buruh tingkat kabupaten maupun nasional.
Bahkan pada momentum peringatan hari perempuan internasional (rabu 6/3),
menjadi sejarah yang mungkin akan dikenang oleh perempuan 50 tahun itu.
Pasalnya, dia mendapatkan undangan kehormatan dari presiden untuk datang ke
senayan mewakili perempuan buruh migran se-Indonesia.
Acara
yang kemas forum silaturahmi presiden dengan tokoh perempuan arus bawah itu
menurut Jumiatun, dihadiri oleh sejumlah tokoh buruh perempuan se-Indonesia.
“Saya awalnya tidak menyangka hadir di froum itu mewakili nasional. Ttentu
sebuah kebanggan bagi saya dan bisa memotivasi perempuan lainnya,” ucap
Jumiatun penuh haru. (mg2)
Komentar