Diskusi Gender : Perempuan Bisa Berada di Baris Depan
Photo by Maulana al-Fatih |
SHARING PENGALAMAN : Siti Rodliyah menyampaikan sejarah
perannya dihadapan peserta diskusi gender kemarin di Auditorium IAIN Jember.
23/3
Diskusi Gender
Ajak
Perempuan Tidak Minder Tampil di Depan Publik
KALIWATES, 24/3/19 – perenan laki-laki selalu
terkesan selangkah lebih maju dari pada perempuan. Hal itu coba ditepis oleh
puluhan mahasiswi itu. Dengan menggelar diskusi gender, para mahasiswi mengajak
peserta yang mayoritas perempuan untuk tidak malu ambil peran tampil di depan
publik.
Acara yang berlangsung di Auditaorium IAIN Jember
itu mendatangkan Dr Hj. Siti Rodliyah, M.Pd., dosen pascasarjana IAIN Jember
sekaligus mantan aktivis perempuan era 80-an.
Ketua Panitia acara, Yulia Fresta
mengatakan, acara yang dijadwalkan mulai pagi jingga sianmg itu, dihadiri
kurang lebih 300 peserta. Menurutnya, acara tersebut sengaja digelar untuk
mengisi waktu kosong mahasiswa, terutama perempuan.
“Kalau sabtu kuliah libur biasanya. Makanya kita
adakan kongkow seperti ini,” ujar
Fresta. Dia juga menambahkan, hampir semua adik-adik angkatannya banyak
didominasi oleh perempuan. “Dari sekian peserta itu, mungkin 80 persen adalah
kaum hawa, selebihnya adalah laki-laki,” ujar aktifis Kopri PMII Fakultas
Tarbiyah IAIN jember itu.
Fresta kemabli menjelaskan bahwa pembahasan gender
selama ini hanya terfokus pada perempuan yang merasa terasingkan. Dia
menginginkan tidak adanya pembedaan kelas, dan perbedaan peran baik laki-laki
dan perempaun.
“Laki-laki dan perempuan memang secara qodrat berbeda. Tapi hak
untuk mendapatkan peran semuanya saya rasa sama,” imbuh mahasiswi asal
Bondowoso itu.
Sedangkan Siti Rodliyah selaku pemantik diskusi
menyampaikan potensi seorang perempuan yang bisa dikembangkan. Menurutnya
selama, ini banyak perempuan yang gagal dalam merebut ruang-ruang strategis di
publik, karena kurang bisa memanfaatkan potensinya. “Setara bukan berarti
sama,” ucap Rodliyah dihadapan mahasiswi.
Selama ini menurut Rodliyah, proses marginalisasi
terhadap perempuan kian terasa. Dia
mengajak peserta diskusi untuk tidak diam saja menerimanya. “Perempuan yang
menuntut persamaan peran, bukan berarti mereka hendak menyalahi kodratnya,”
imbuh alumni Doktor UM Malang itu.
Sementara Dyah, salah seorang peserta diskusi
mengaku, selama ini apa disampaikan oleh pemateri benar adanya. Dia mengaku
perempuan yang beruntung bisa kuliah dan hadir di forum tersebut.
“Teman
perempuan sekolah dulu, banyak yang cerdas. Tapi ketika lulus, langsung dinikahkan,
bahkan ada yang belum lulus pun sudah menikah,” tutur Dyah. dia berharap, acara tersebut tidak hanya
berjalan seremonial sebagai pengisi waktu kosong saja.
Namun dia menginginkan
adanya greget untuk belajar dan mulai memanfaatkan potensi adik-adiknya itu.
“Selanjutnya, kami ingin bedah kembali diskusi yang sejenis dengan kajian yang
lebih mendalam,” imbuhnya kepada Radar Jember
(mg2)
Komentar