REFLEKSI DI GUBUK PENGASINGAN
menjadi
mahasiswa dgn segudang kesibukannya telah menjadikan diri ini sebagai seorang
yg dungu. buta dgn kenyataan. silau dgn kemewahan. bahkan tak ubahnya seekor
itik yg sdg mencari jati diri krn terpisah jauh dr induknya.
3 tahun memakan
bangku perkuliahan bukan waktu yg sebentar, dlm melahap habis mata kuliah yg
diajarkan dosen yg konon katanya keturunan dewa krn tidak pernah salah. otak
ini serasa seperti bejana yg setiap hari dijejali dgn tumpukan makalah, diktat,
tugas dan wacana usang dan kulut yg dibalut dgn sistem perkurikuluman. sangat
mengkerdilkan kebebasan nallar berfikir. praktek sesat perbudakan besar2an
benar terasa adanya bagi mereka yg sadar bahwasanya kampus hanya menjadi tempat
menghabiskan waktu dan jatah umur,
orang tua dgn
bangganya bercerita bahwa dia menguliahkan anaknya sdgkan beliau sendiri tdk
sadar, bukan tdk mungkin anaknya kelak akan menambah daftar panjang catatan
pengangguran di negeri ini.
mahasiswa yg di
idam2kan menjadi agent perubahan sosial seakan hanya mimpi semu belaka.
bagaimana mungkin proses transformasi itu terealisasi sedangkan ruang
dialektika yg diciptakan sbg bagian dr proses pendidikan sdh terkontaminasi
akan kepentingan2 politis, personal maupun kapitalis.
orientasi
mengejar titel dan pangkat menjadi dinamika perpolitikan bernuansa intelektual,
dgn kemampuan kata2 yg bijak, kemampuan beretorika dan alibi yg mampu membius
perhatian publik serta dihiasi dgn sepatu mecing khas kaum borjuis dgn
almamater kebanggaan yg disertai deretan titel yg menambah panjang sebuah nama.
mungkin fikiran
ini sudah kotor, mempertanyakan apa maksud semua itu.
semakin lama
budaya ini semakin menyesatkan akal logiaku, hungga terkadang aku lupa bahwa
amunisi spiritual ku sdg kering.
biarlah orang
menganggap kegelisahanku adl kebodohan akan diriku sendiri. kuakui demikian, dr
pada aku harus bermulut manis menjadi budak suatu kepentingan.
Al-Fatih.
8Ags'16
Komentar