Semilire Angin Senja Sore Kala itu

[Foto. MAULANA]. EKSOTIS : Bentangan pantai segoro kidul yang terkenal akan keganasan ombaknya namun tetap menyuguhkan pemandangan eksotis dan memanjakan mata.

Serpihan Surga di Pinggiran Kota Tembakau

'Suatu hari, dikala kita duduk di tepi pantai. Dan memandang, ombak di lautan yang kian menepi. Burung camar, terbang bermain di derunya air. Suara alam ini, hangatkan jiwa kita.' Kutipan tembang Iwan Fals yang khas itu, membuat siapapun yang mendengar dibawanya menikmati keindahan pantai. Andai Bang Iwan Fals membuat lagu itu di Jember, mungkin liriknya bukan: burung camar yang terbang di derunya air, tapi nelayan Puger yang melaut di derunya ombak.

Sore itu kapal-kapal bersandar di pesisir pantai. Beberapa nelayan terlihat merapikan jala, sambil melihat pengunjung dari kejauhan yang tengah bermain dengan perahu-perahu mereka. Terlihat pula, kawanan emak-emak beserta anaknya, muda-mudi bersama pasangannya, semua komplit. Ada yang mandi, ngevlog, ada pula berfoto-foto di teluk kecil yang menjorok ke daratan itu.

Berjarak sekitar lima meteran, hutan Cemara membentang di sekitar pesisir pantai itu. Di dalam hutan, sejumlah pengunjung terlihat hanya duduk-duduk. Sambil ngutek-ngutek handphonenya, mereka kelihatan adem ayem, seperti sangat menikmati suasana kegemuruhan angin laut pantai selatan saat sore. Hutan cemara berdiri dibatas lahan sekitar enam hektare itu memang tepat menghadap laut. Jadi, saat pengunjung datang, mereka sudah berhadapan dengan dua pemandangan: Kalau gak Laut yah Pulau Nusabarong.

Pantai selatan memang menyimpan banyak cerita, mulai dari yang mistis, eksotis hingga yang romantis. Tapi orang sekitar mengenal pantai selatan karena keganasan ombaknya. Namun hamparan pasir putih yang membentang di sepanjang pantai Getem itu membuat siapapun lupa daratan. Makanya mereka banyak yang pada mandi, tapi di teluk bukan dilaut. "Pemandangannya bagus, suasananya adem. Pas buat foto-foto," kata Intan Restu Anggraini, si manis dari Mojosari Puger saat berkunjung ke hutan cemara kala itu. 

Hanya merogoh kocek untuk bayar parkir, pengunjung bisa menikmati pantai dengan balutan suasana di hutan Cemara. Keindahannya tak sampai di situ, sore itu mereka dimanjakan dengan sunset khas made in Puger. Ditambah, warung-warung makan milik warga sekitar, kamar mandi tanpa harus ke laut, hingga jasa tukang kebersihan.

Mereka bisa dapat semuanya: pemandangan iyah, suasana pasti. Dan recommended untuk warga atau masyarakat yang memiliki beban kerja berat atau memicu stres. Dijamin, sumpeknya minggat. "Kesini bareng temen sama keluarga. Baru pertama kesini, meskipun aslinya orang sini," imbuh Linda Sari, pengunjung dari Puger.

Sementara, sinar surya perlahan mulai tenggelam, pertanda hari kian sore. Gemuruh ombak pun kian memecah keheningan, membuat sayu-sayu ranting cemara saat itu seakan mengalunkan melodi tentang cinta. Pengunjung mulai berkemas, tapi tak sedikit yang masih bertahan. Mungkin pikir mereka: Kemesraan ini janganlah cepat berlalu.

[Foto. MAULANA]. JUJUKAN BARU : Meskipun baru dikenalkan beberapa bulan kemarin, Hutan Cemara di Dusun Getem Mojomulyo Puger memiliki daya tarik tersendiri. Mulai dari hutan Cemara, pemandangan lautan hingga perahu-perahu nelayan.

Sejak Kemarahan Ibu susi Pudjiastuti: Mantan KKP RI

Awalnya, sempat mengira hutan cemara yang terletak di pesisir pantai itu digagas dan dikelola oleh pemerintah atau instansi terkait. Ternyata bukan.

Adalah Ketang, warga sekitar lebih suka memanggilnya Mbah Gio. Siapa sangka, Kakek 65 tahun yang kesehariannya merawat empat ekor sapi milik tetangganya itu, ternyata orang pertama yang membabat hutan cemara di Dusun Getem Mojomulyo Puger. Mbah Gio mengisahkan, dulunya pantai yang tepat dibelakang rumahnya itu hanya hamparan pasir, tidak lebih. Yang saat itu ketika air laut pasang kadang hampir menyentuh kandang sapi miliknya. 

Lalu, entah ada angin apa, pada 2014 lalu, ia didatangi orang dari Dinas Perikanan Provinsi Jatim, orang-orang sekitar rumahnya juga mengetahui hal itu. "Dulu namanya Pak Bowo, (sekarang pensiun wis). Datang ke saya, bawa 10 ribu bibit cemara agar ditanam dibelakang rumah itu," kata Mbah Ketang. Ia tak hanya diberi bibit, plus ongkos tanam Rp 5 juta. Mbah Ketang mengiyakan untuk menggarap tanah yang dinilainya asetnya milik Dinas Perikanan Provinsi Jatim.

Tak berselang setelah serah-terima bibit, Mbah Ketang segera membelanjakan keperluan, seperti selang dan diesel. Ia juga ngajak 11 warga sekitar untuk tanam cemara itu. Dari 10 ribu bibit itu ia sebar: 6 ribu ia tanam dibelakang rumahnya, 2 ribu ia tanam di Paseban, seribu bibit ia tanam di bagian timur. Dan sisanya ia simpan sebagai cadangan.

[Foto. MAULANA]. PUGER PUNYA CERITA : Dulu, Puger dikenal sebagai penghasil komoditi perikanan. Kini lebih dari itu, ujung selatan kabupaten Jember itu juga menyimpan keindahan alam berkesan dengan adanya Wisata Hutan Cemara.

Entah berangkat dari mana pengalaman Mbah Ketang yang hanya lulusan SD, ia seperti paham betul bagaimana tanam cemara yang susah-susah gampang itu. "Setelah dipikir-pikir, saya coba tanam bibit Cemara gunakan rumput teki, lalu diletakkan melingkar di bibit Cemara. Tujuannya agar menguatkan akar," katanya. 

Sejurus berlalu, ternyata hasilnya terlihat, bibit bertahan hingga beberapa bulan. Meskipun ada beberapa bibit yang mati, tapi hanya satu-dua. Selama masa perawatan, kakek dua anak itu cukup telaten. Ia merawat sendiri. Kadang tak jarang, merogoh kantongnya sendiri untuk biaya perawatan. Karena sejak dinas provinsi memberikan bibit dan uang bantuan, setelah itu tidak ada sumbangan lagi. Hanya kunjungan tiap pekan atau tiap bulan saja. 

Saat bibit Cemara terus tumbuh, ujian Mbah Ketang tak terhenti di situ. Tetangga kanan-kirinya malah mengisukan ia telah bekerjasama dengan korporasi dan mengambil keuntungan pribadi. Bahkan tiap malam ia harus ngeronda, menjaga bibit-bibut cemara yang sedang semangatnya tumbuh. Karena tiap hari ada saja beberapa Cemara yang hilang dari akarnya. Bukan diterpa angin, tapi bekas dicabut. "Saya sampai diklaim dapat gaji, gini gitu. Padahal tidak. Bahkan tiap ronda malam, saya bawakan clurit demi cemara-cemara ini. Gak omes itu," sahut Mbah Gio.

Singkat cerita, saat cemara-cemara itu mulai dewasa, tetangga kanan kiri masih saja ada yang gerundel, ngerasani. Tapi Mbah Ketang stel kendo, sambil tetap berjaga diri, ia terus merawat cemara itu. Melihat cemaranya kian tumbuh, 2016 lalu dinas perikanan provinsi Jatim kembali berkunjung. Saat itu kunjungannya sedikit beda, karena ada Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan di eranya. Dalam kunjungannya, menteri lulusan SMP itu meninjau daerah pesisir di pantai selatan, termasuk kawasan pesisir Puger. Lalu menyempatkan mampir ke cemara cemara yang ditanam mbah Gio. 

"Ibu Susi dulu ke sini marah-marah, agak kesel. Beliau bilang: tanaman cemara ini terlalu deket dengan pesisir. Dan kurang berjarak cara tanamnya. Namanya menteri bilang gitu, saya yah ngangguk saja," katanya, dibalut tawa. Benar saja, setelah kunjungan Ibu Susi itu, sepertiga tanaman cemara yang dekat pesisir pantai lenyap di telan ombak. Sisanya masih utuh. Hanya tidak bisa berkembang besar, karena jarak yang terlalu dekat yang membuat ranting-ranting Cemara saling bertabrakan. "Tak pikir-pikir, bener juga omongannya ibu Susi," lanjutnya. 

Setelah kedatangan Ibu Susi itu, Mbah Gio mengaku lebih semangat. Ia seolah mendapat mandat untuk urusan cemara cemara itu. Cemara itu benar-benar menjadi hutan dan dibuka untuk wisata pada awal 2020, tepatnya saat pandemi covid-19 ada. Saat itu pula, hutan cemara mulai dikunjungi. Said, cucu daru Mbah Gio mengatakan, sejak itu ia bersama kakeknya mulai inten merawat tempat itu dan disulapnya menjadi tempat wisata. Tak lupa, mereka juga membuatkan bebatuan gragal untuk jalan dan tempat sampah di sepanjang area, kamar kecil dan area parkir. "Sejak mbah saya makin rajin ngerawat ini, tetangga kanan kiri mulai ikutan. Jadi sekarang banyak parkiran baru, banyak warung warung baru. Tapi mbah tidak mempermasalahkan itu," kata Said.

Ia bersama Kakeknya hanya menyayangkan, kenapa saat membabat dulu tidak ada yang membantu, atau minimal tidak ngeriwui. Bahkan juga tidak terlihat upaya untuk mengembangkannya. Mbah Gio bareng cucunya hanya berkoordinasi dengan orang-orang dinas perikanan Jatim. Mereka dipeseni, kalau ada apa-apa, suruh kontak saja. Namun hanya berharap, dinas provinsi bisa memberikan legitimasi ke Mbah Gio untuk merawat dan melestarikan tempat itu sebagai tempat wisata. Baik bentuk surat tugas atau SK.

Sebenarnya tak jauh dari hutan Cemara itu, juga ada tempat wisata sejenis. Namanya Pantai Tawang Samudera, di dusun Jadugan, Desa Mojosari Puger. Namun tempatnya agak jauh dari pemukiman dan belum ada listrik. Malah, sempat didirikan warung-warung oleh sejumlah pemuda desa itu dengan maksud untuk memberdayakan jadi potensi. "Namanya orang usil, ada saja ulahnya. Warung-warung itu malah dirusak, kita gak habis pikir," ujar Fahrur Rozi, pemuda desa yang terlibat pengolahan wisata pantai Tawang Samudera.

Bahkan kata Fahrur, lokasi itu sempat diisukan bakal jadi tempat budidaya tambak. Jika benar terjadi hal itu ia sayangkan. Karena sebenarnya daerah pesisir lebih potensial jadi jujukan wisata dari pada tempat tambak. "Yah kalau tambak yang diuntungkan hanya perorangan atau PT. Nah kalau tempat wisata, kan bisa masyarakat sekitar sini yang diuntungkan. Diberdayakan lah," pungkas Fahrur.

[Foto. MAULANA]

Untuk mengetahui video pantainya, silahkan kunjungi link video berikut.


Komentar

POPULER

đź’ˇNARASI KADERISASIđź’ˇ (sebuah refleksi komparatif desain kaderisasi struktural dan kultural PMII) Oleh : Filsuf.Proletar

Catatan Kaderisasi

Torehan Sejarah Baru PMII Rayon FTIK IAIN Jember