Sering Terbayang Sang Putri Saat 'Gituan'

Shutterstock : Sisi lain kehidupan wanita di eks lokalisasi. Sebagai manusia normal, mereka masih menyimpan mimpi dan berbagai harapan yang ingin dicapai.

Ada yang benci dirinya, ada yang butuh dirinya, ada yang berlutut mencintainya, ada pula yang kejam menyiksa dirinya. Kutipan lirik lagu salah satu grup band itu memang begitu sarat makna. Menggambarkan bagaimana kelam kelabu kehidupan seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) di sebuah lokalisasi.

Memang nasib orang memang tidak ada yang tau, mereka bebas menentukan berbagai pilihan untuk melangsungkan hidupnya. Tak jarang, pilihan yang mereka ambil, harus mendapatkan cibiran dan cercaan. Namun bagi mereka, hal itu sudah dianggap biasa dan disadari sebagai resiko atas pilihan hidup tersebut.

Seperti pilihan hidup para PSK ini. Mereka juga bekerja, mencari nafkah, dan menaruh kepedulian yang dalam terhadap keluarganya. Bedanya, mereka melakukan tujuan tersebut dengan cara yang tak biasa seperti orang kebanyakan.

Meski dilakukan dengan cara berbeda, sebagian besar dari mereka menyadarinya. Karena yang terpenting, bagaimana mereka tetap menyambung hidup di tengah kesulitan ekonomi yang dihadapinya.

Tak heran, orang kebanyakan menyematkan citra buruk terhadap yang mereka lakukan, bahkan lebih kejam dan bisa saja membabi buta menjadi hakim atas pekerjaan kotor mereka.

Seperti cibiran yang kerap di terima oleh wanita 27 tahun yang hidup di lokalisasi daerah Jember selatan, sebut saja namanya Dewi (Nama samaran). Salah satu PSK yang memiliki pelanggan tetap dan aktif sampai saat ini. Meskipun harus merogoh kocek cukup dalam, berkesempatan menemui Dewi menjadi momen langka, ia pun cukup antusias mengungkapkan sisi lain dari kehidupannya yang jarang diketahui orang.

“Mas nya ingin langsung main, mandi dulu, atau mau aku buatin minum dulu mas?,” tanya Dewi mengawali pembicaraan. Memang terdengar senonoh, tampaknya hal itu ia ucapkan benar-benar bukan dari dasar hatinya. Sebab, sesaat sebelum itu jam menunjukkan sekitar pukul 15.15 Wib, ia baru usai dengan salah satu pelanggan bersepeda motor yang telah lebih dulu mencicipi lekuk tubuhnya. Sebagai manusia normal, tentu Dewi juga membutuhkan waktu untuk beristirahat.

Benar saja, keringat basah kuyub masih membalut disekitar dahinya. Dengan mengenakan pakaian seadanya dan nafas yang masih terengah-engah, Dewi tampak ingin menunjukkan sikap profesioanal sebagai bentuk pelayanan kepada pelanggan.

Di tengah obrolan, sesekali Dewi menyeling dengan senyuman. Menurutnya, seperti apapun pelanggan, ia harus diservice sebaik mungkin. Agar memberikan kesan harmonis dan membuat mereka nyaman. “Saya akan benar-benar jeda untuk istriahat total. Saya periksa dokter, pijat, hingga minum vitamin. Kita ini orang mas, bukan mesin,” kata Dewi sambil menghidupkan rokok mild nya.

Di sekitar lingkungannya, Dewi memang cukup terkenal. Selain karena parasnya yang cantik rupawan, ia juga dikenal sebagai salah satu perempuan yang hampir tidak sepi dari pelanggan. Dalam setiap harinya, Dewi bisa melayani 5 sampai 8 orang dengan berbagai durasi dan tarif yang berbeda-beda, mulai dari Rp 250 ribu per jam, hingga Rp 1 Juta dengan berbagai sesi. “Kecuali anal sex, sekalipun dibayar RP 80 juta saya tidak mau,” tegasnya.

Tak hanya mudah akrab dan gampang bergaul, sesekali Dewi juga menujukkan rasa respeknya kepada pelanggan. Ia menghargai setiap pelanggan yang berbagai tipe dan beda kemauan. Tak jarang pelanggannya bersikap kasar, langsung ingin bercinta atau bermain-main dulu. Namun tak sedikit pula mereka rela membayar mahal, namun hanya sekedar ingin Dewi jadi teman curhatnya.

“Jangankan itu mas, kadang banyak pelanggan, tidak jadi main dengan saya. Mereka merasa iba, ingin saya keluar dari tempat ini, bahkan tidak sedikit pula yang ingin menikahi saya. Padahal baru kenal waktu itu,” kata Dewi sambil memalingkan pandangan.

Di kamar berukuran sekitar 2x2,5 meter persegi itu, menjadi saksi atas perjalan hidupnya. Di sekitar kamarnya pula, terpampang foto ibu dan anak Dewi yang masih berusia 6 tahun. Tak ketinggalan, sebuah kipas angin pendingin ruangan dan berbagai peralatan sex. Mulai dari kondom, handbody, tisu basah, dan sebagainya.

Menurut pengakuannya, selama ini sekitar satu tahun ia berada di tempat terlarang itu, terdapat sekitar 400 pria yang sudah tidur bersamanya. Mereka bisa terdiri dari berbagai kalangan, muali dari ABG, pekerja harian, pemuda, om-om hingga tamu tamu bermobil dari luar daerah. Kata Dewi, dari sekian pria yang sempat tidur bersamanya itu, ia perlakukan seperti layaknya suaminya. Tampaknya ia berfikir cukup sederhana. "Saya hanya tidak ingin ngecewakan mereka-mereka," ucapnya.

Di sisi lain, perempuan kelahiran Sidoarjo itu juga mengungkapkan alasan ia berada di tempat terlarang itu. “Sebenarnya siapa yang ingin kerja kaya ini mas, saya jadi tulang punggung keluarga, membiayai satu anak saya dan ibu saya,” ungkapnya dengan mata sedikit berkaca-kaca.

Maklum, ia jadi tulang punggung, karena ayahnya sudah lama meninggal. Sebelum ia terjun ke dunia itu, Dewi mengaku sempat bekerja pada sebuah perusahaan di daerah Surabaya dan Mojokerto. Mulai dari marketing bank simpan pinjam, pabrik garmen, perusahaan menjahit, dan lain-lain. Namun, berbagai pekerjaannya itu belum dianggap mencukupi. Apalagi saat ia terpisah dari suaminya yang telah pergi menduakannya, perasaan campur aduk sempat ia alami.

Selayaknya seorang istri yang memiliki anak, siapa yang tidak pecah hatinya melihat sang suami berpaling meninggalkannya. Hal itu turut dirasakan Dewi hingga menambah beban hidupnya yang membuatnya harus membuat jalan pintas. “Saya sempat nikah lagi, tapi rumah tangga selanjutnya juga bernasib sama. Sekarang aku hanya ingin menghidupi anak dan ibu ku di rumah, meskipun dengan cara seperti ini,” keluhnya.

Sebagai ibu yang merangkap tulang punggung keluarga, Dewi mengaku masih memiliki impian besar untuk kehidupamnya yang lebih baik. “Saya ingin nikah lagi, insyaallah, semoga saja nanti ini yang terakhir,” katanya. Dewi sendiri mengaku masih memiliki ketrampilan dan minat lain, yaitu menjahit dan perias kecantikan. Tak heran ia selalu berparas cantik di depan pelanggannya. “Mungkin setelah saya kelaur dari sini, pengen ikutan kursus jahit atau tata rias,” harapnya.

Benar saja, ungkapan itu bukan ia tampaknya bukan sekedar basah bibir. Karena, pada sebelum lebaran tahun ini, Dewi berencana akan menyudahi pekerjaan kotornya itu. Terlebih ia sudah memiliki calon yang akan menikahinya. “Saya sudah setahun di sini, dan tidak ingin selamanya di sini,” tutur Dewi dengan nada sedikit optimis.

Sekitar satu setengah jam obrolan berlangsung, waktu sudah menujukkan pukul 17.15 Wib. Sesaat kemudian, ia mulai bergegas, pertanda obrolan akan segera berakhir. Dewi mulai memeriksa handphone nya, ia melihat chatting masuk. Tampaknya ia ingin memastikan, apakah ada calon pelanggannya lagi yang sudah order. Ternyata, beberapa pelanggaannya juga menyimpan nomor Dewi, ia pun sengaja membagikan nomornya. "Mungkin ada yang order jauh-jauh hari, jadi saya bisa menyiapkan diri," ketusnya.

Baginya, menjalani hidup sebagai ‘wanita penghibur’ seoalah semakin menguatkan batinnya. Karena tak jarang saat intim, ia juga kerap terbayang-bayang putri kesayangannya dan ibu di rumah, sedang apa saat mereka terpisah. Untuk mengobati rindunya itu pula, hampir setiap hari Dewi mem-video call putri kesayangannya bersama neneknya itu. "2020 ini, mungkin akan jadi lebaran terakhirku di sini," harapnya.

Dengan usia putrinya yang semakin tumbuh besar, ia semakin sadar bahwa ia tidak harus selamanya menjalani pekerjaan itu. Qiroah speaker masjid telah bergema, menjadi penanda bahwa adzan magrib akan segera tiba dan obrolan harus segera segera berakhir. “Terimakasih mas, saya bisa cepet-cepet mandi, dan masih nutut kayaknya solat ashar nih,” tutupnya. (maf)

Komentar

POPULER

đź’ˇNARASI KADERISASIđź’ˇ (sebuah refleksi komparatif desain kaderisasi struktural dan kultural PMII) Oleh : Filsuf.Proletar

Catatan Kaderisasi

Torehan Sejarah Baru PMII Rayon FTIK IAIN Jember